Selasa, 12 Juli 2016

Pengaruh Budaya Tradisional dalam Penyelenggaraan PILKADES

PENGARUH BUDAYA TRADISINOAL DALAM PENYELENGGARAAN PILKADES

(Oleh: Helon Sauban)

Indonesia adalah negara yang majemuk yang terdiri dari berbagai bangsa-bangsa, suku, Ras dan agama. Berbagai literatur telah tercatat bahwa Indonesia memiliki 300 suku-bangsa, masing-masing dengan bahasa dan identitas kultur yang berbeda. Misalnya, dalam buku “krisis politik dan proporsi demokratisasi” oleh T. Massa Djafar, dituliskan bahwa, pengaruh budaya dapat dilihat dari adanya pengaruh bentuk berbagai agama didalam masyarakat indonesia. Diluar Jawa, banyak orang dipengaruhi oleh Islam modernis, terutama di daerah-daerah strategis yang berada dalam jalur perdagangan internasional. Sementara itu pada daerah pendalaman masih banyak dipengaruhi oleh Islam konservatif tradisionalis dan kaum Kristen (Katolik dan Protestan), seperti di Maluku, Nusantara Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Tapanuli dan di daerah Kalimantan Tengah. Hindu Bali (Hindu Dharma), terutama dipulau bali, sedangkan dipulau Jawa juga terdapat golongan Islam modernis terutama di daerah-daerah Pantai Utara Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan kebudayaan pantainya.
Hal tersebut sangat berpengaruh pada proses demokratisasi yang berlangsung pada pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak yang dilaksanakan Juni 2016 mendatang. Selain pengaruh tradisional diatas juga berpotensi pada kecendurungan mengalami krisis legitimasi hati nurani rakyat. Desa merupakan bagian dari daerah kecil dan juga terbagi dalam beberapa bagian diantaranya RT dan RW, dan lainnya dikotak-kotakan dalam kelompok dusun dan/atau marga serta suku, yang walaupun sebagaian besar desa hanya terdapat satu suku. Masyarakat dalam menentukan pilihannya cenderung lebih mengikuti arahan (legitimasi) dari ketua kelompok/wadah (ketua RT/RW, ketua dusun/marga, ketua suku) ketimbang mengikuti pilihan hati nuraninya sendiri. Ketua-ketua tersebut sangat berpengaruh pada tingkat pedesaan dalam menentukan keputusan didesa. Sebagai contoh hal yang perna terjadi dilingkungan sekitar penulis, sebagian masyarakat memisahkan diri dari sala satu Gereja dan mendirikan gereja baruhnya sendiri karena kandidat kepala desa mereka kalah dalam pemilihan, hal tersebut terjadi karena yang mempengaruhi mereka adalah sala satu tokoh marga dan tokoh gereja.
Ada dua tipikal masyarakat dalam berpartisipasi untuk menyalurkan suara pada pemilihan umum (Baca PILKADES). Pertama, karena keterpanggilan hati Nurani. Tipe masyarakat yang demikian adalah mereka dengan sukarela menyalurkan suaranya sebagai bentuk partisipasi yang murni untuk menentukan pemimpin pada pilihannya secara adil dan demokratis. Hal ini adalah bentuk demokrasi yang ideal (ideal democracy). Kedua, karena dimobilisasi. Tipe masyarakat yang demikian adalah mereka dalam menentukan pilihan ditentukan oleh sesuatu hal yang menguntungkan bagi dirinya sendiri. Contoh, menerima janji jabatan, menerima materi dalam bentuk uang dan sebagainya. Hal ini adalah bentuk demokrasi yang merosot (sink democracy).
Masyarakat dalam menentukan pilihannya harus fokus pada ideal democracy agar penyelengara negara dapat terealisasi sesuai dengan cita-cita yang tertuang dalam alinea keempat UUD RI 1945 dan bebas dari praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Demikian sebaliknya, sink democracy harus diwaspadai agar tidak terjadi hal buruk dalam masyarakat khususnya didesa setelah PILKADES. Ditengah kemajemukan bangsa Indonesia kita harus mengangap itu merupakan kekayaan bangsa Indonesia dengan berbagai bangsa-bangsa, suku, ras dan agama namun tetap satu dalam semboyan “Bhineka Tunggal Ika” (berbeda-beda tapi satu).
Menurut penulis, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mewaspadai terjadi hal buruk dampak dari PILKADES:

1.    Sosialisasi tata cara pemilihan yang Bebas, Umum dan Rahasia
Sebagian besar masyarakat di pelosok pedesaan adalah masyarakat awam dan berpendidikan yang rendah. Sangat dimungkinkan muda dipengaruhi oleh kaum yang berpendidikan lebih tinggih (kaum inteleg) dari mereka. Oleh karena itu, sasaran sosialisasi harus diprioritaskan pada masyarakat desa.
2.    Sosialisai tentang dampak buruk dari konflik horizontal
Karena masyarakat masih awam dan muda dipengaruhi, cenderung akan muda melakukan hal buruk tanpa berpikir dampaknya terlebih dahulu. Oleh karena itu, selain hal tersebut diatas, sosialisasi terkait hal ini juga harus diprioritaskan untuk mencegah terjadi konflik diantara masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar