PENGARUH BUDAYA TRADISINOAL DALAM
PENYELENGGARAAN PILKADES
(Oleh:
Helon Sauban)
Indonesia
adalah negara yang majemuk yang terdiri dari berbagai bangsa-bangsa, suku, Ras
dan agama. Berbagai literatur telah tercatat bahwa Indonesia memiliki 300
suku-bangsa, masing-masing dengan bahasa dan identitas kultur yang berbeda.
Misalnya, dalam buku “krisis politik dan proporsi demokratisasi” oleh T. Massa
Djafar, dituliskan bahwa, pengaruh budaya dapat dilihat dari adanya pengaruh
bentuk berbagai agama didalam masyarakat indonesia. Diluar Jawa, banyak orang
dipengaruhi oleh Islam modernis, terutama di daerah-daerah strategis yang
berada dalam jalur perdagangan internasional. Sementara itu pada daerah
pendalaman masih banyak dipengaruhi oleh Islam konservatif tradisionalis dan
kaum Kristen (Katolik dan Protestan), seperti di Maluku, Nusantara Tenggara
Timur, Sulawesi Utara, Tapanuli dan di daerah Kalimantan Tengah. Hindu Bali
(Hindu Dharma), terutama dipulau bali, sedangkan dipulau Jawa juga terdapat
golongan Islam modernis terutama di daerah-daerah Pantai Utara Jawa Tengah dan
Jawa Timur dengan kebudayaan pantainya.
Hal
tersebut sangat berpengaruh pada proses demokratisasi yang berlangsung pada
pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak yang dilaksanakan Juni 2016 mendatang.
Selain pengaruh tradisional diatas juga berpotensi pada kecendurungan mengalami
krisis legitimasi hati nurani rakyat. Desa merupakan bagian dari daerah kecil
dan juga terbagi dalam beberapa bagian diantaranya RT dan RW, dan lainnya
dikotak-kotakan dalam kelompok dusun dan/atau marga serta suku, yang walaupun
sebagaian besar desa hanya terdapat satu suku. Masyarakat dalam menentukan
pilihannya cenderung lebih mengikuti arahan (legitimasi) dari ketua
kelompok/wadah (ketua RT/RW, ketua dusun/marga, ketua suku) ketimbang mengikuti
pilihan hati nuraninya sendiri. Ketua-ketua tersebut sangat berpengaruh pada
tingkat pedesaan dalam menentukan keputusan didesa. Sebagai contoh hal yang
perna terjadi dilingkungan sekitar penulis, sebagian masyarakat memisahkan diri
dari sala satu Gereja dan mendirikan gereja baruhnya sendiri karena kandidat
kepala desa mereka kalah dalam pemilihan, hal tersebut terjadi karena yang
mempengaruhi mereka adalah sala satu tokoh marga dan tokoh gereja.
Ada
dua tipikal masyarakat dalam berpartisipasi untuk menyalurkan suara pada
pemilihan umum (Baca PILKADES). Pertama, karena
keterpanggilan hati Nurani. Tipe masyarakat yang demikian adalah mereka dengan
sukarela menyalurkan suaranya sebagai bentuk partisipasi yang murni untuk
menentukan pemimpin pada pilihannya secara adil dan demokratis. Hal ini adalah
bentuk demokrasi yang ideal (ideal
democracy). Kedua, karena
dimobilisasi. Tipe masyarakat yang demikian adalah mereka dalam menentukan
pilihan ditentukan oleh sesuatu hal yang menguntungkan bagi dirinya sendiri.
Contoh, menerima janji jabatan, menerima materi dalam bentuk uang dan
sebagainya. Hal ini adalah bentuk demokrasi yang merosot (sink democracy).
Masyarakat
dalam menentukan pilihannya harus fokus pada ideal democracy agar penyelengara negara dapat terealisasi sesuai
dengan cita-cita yang tertuang dalam alinea keempat UUD RI 1945 dan bebas dari
praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Demikian sebaliknya, sink democracy harus diwaspadai agar
tidak terjadi hal buruk dalam masyarakat khususnya didesa setelah PILKADES.
Ditengah kemajemukan bangsa Indonesia kita harus mengangap itu merupakan
kekayaan bangsa Indonesia dengan berbagai bangsa-bangsa, suku, ras dan agama
namun tetap satu dalam semboyan “Bhineka
Tunggal Ika” (berbeda-beda tapi satu).
Menurut
penulis, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mewaspadai terjadi hal
buruk dampak dari PILKADES:
1.
Sosialisasi
tata cara pemilihan yang Bebas, Umum dan Rahasia
Sebagian besar masyarakat
di pelosok pedesaan adalah masyarakat awam dan berpendidikan yang rendah. Sangat
dimungkinkan muda dipengaruhi oleh kaum yang berpendidikan lebih tinggih (kaum
inteleg) dari mereka. Oleh karena itu, sasaran sosialisasi harus diprioritaskan
pada masyarakat desa.
2.
Sosialisai
tentang dampak buruk dari konflik horizontal
Karena masyarakat masih
awam dan muda dipengaruhi, cenderung akan muda melakukan hal buruk tanpa
berpikir dampaknya terlebih dahulu. Oleh karena itu, selain hal tersebut
diatas, sosialisasi terkait hal ini juga harus diprioritaskan untuk mencegah
terjadi konflik diantara masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar