BERKELILING
TANPA KENAL MALU
Seiring dengan
perkembangan dan kemajuan teknologi, pertumbuhan pendudukpun semakin pesat, dan
hal itu tidak pernah luput diikuti oleh yang namanya KEBUTUHAN maupun KEINGINAN.
Ya, kebutuhan penduduk itu sendiri. Kebutuhan dalam menitih jenjangnya
kehidupan sehari-hari, Kebutuhan pribadi per pribadi, baik itu kebutuhan primer
maupun hanya menjadi kebutuhan sampingan.
Banyak orang
berlombah-lombah dalam pencapaian diri masing-masing, pencapaian yang menjadi
penopang dalam menjalankan yang dikehendaki setiap perorangan. Pencapaian yang
akan menjadi pemuas jiwa setiap orang, dan pencapaian dimana setiap orang dapat
terihat BISA.
Namun, berbeda
dengan satu orang ini. Orang yang hanya bermodalkan nekat untuk melangkahkan
kaki ketanah rantau, dengan tidak memperdulikan kerasnya hidup ditanah orang ia
berjalan dan menitih kehidupannya. Ya, dia adalah Reza, seorang pemuda yang
berasal dari desa Cimanggu, kec. Pelabuhanratu, kab.sukabumi, prov. Jawa barat,
yang merantau di kota ternate, prov.maluku utara, demi mencari pengalaman
kehidupan yang lebih bermakna.
Siang itu,
Jumat, 16 September 2016 sekitar pukul 14 kurang, ketika saya dan teman-teman
hendak mengobati kepenatan dalam aktivitas perkuliahan dengan jalan-jalan
keterminal angkot di kelurahan gamalama, seraya sedikit mencicipi kuliner yang
ada diareal terminal itu, dari mulai es cukur kacang, es cukur pisang ijo,
pisang molen, tahu isi
goreng, dan sampai pada pentolan.
yang mana penjualnya adalah pemuda yang
bernama Reza tadi. Iseng-iseng kami bertanya tentang pribadinya.
Dengan hanya
mejadi seorang penjual pentolan keliling ia mencari uang untuk menafkahi
kebutuhan ekonominya sehari-hari. Tanpa alat bantu apapun ia memikul kotak
besar tempat ia menaruh segalah bahan penjualan pentolannya. Dengan keringat
bercucuran didahinya menandahkan bahwa betapa pekerjaannya itu sangat menguras
tenaga. Bayangkan bagaimana kelelahannya ia memikul gerobak pentolannya yang
tanpa roda itu. Saya saja kalau menenteng tas ransel saya dalam (kurang lebih) dua jam, pundak saya serasa memar.
Apalagi seorang Reza yang memikul kemana-mana gerobaknya itu.
Pemuda dengan wajah khas Jawa, kulit sawo matang, dengan
tinggi badan berkisar 152 cm itu kemana-mana menenteng gerobaknya tanpa kenal
lelah, dengan semangat seorang mudah, ia memijakkan kaki, satu… dua… tiga…
sampai langkah yang tak terhingga membawa kotak besar itu. Reza yang
berumur 26 tahun, dimana pada umur seperti itu para pemuda biasanya menghabiskan
masa muda dengan berfoya-foya, berhura-hura, pun melakukan kegiatan untuk kepuasan
pribadi setiap orang muda, namun tidak halnya dengan orang muda yang satu ini.
Reza manghabiskan hari-harinya dengan berkeliling kemana-mana menjual
dagangannya.
Sebagai seorang
anak buah dari pedagang pentolan, penghasilan perharinya (berkisar) Rp.250.000 dan uang itu disetor pada
bosnya. Dan iapun
hanya mendapatkan 30% dari penghasilnnya itu. Dengan penghasilannya yang tidak
seberapa, ia mampu melangsungkan kahidupannya dirantau orang.
Reza
melangsungkan pendidikan hingga jenjang Sekolah Menengah Atas, Jurusan Ilmu
Pengetahuan Alam. Seharusnya ia lebih memikirkan bagaimana melangsungkan
pendidikannya di jenjang Perguruan Tinggi. Apalagi dia pernah bekerja dalam
bidang photografer. Pengalaman seperti itu seharusnya mampu ia kembangkan dan
dapat menjadikan penghasilan yang lebih dalam hidupnya. Namun kembali lagi pada
realita yang terjadi saat ini, REZA HANYALAH SEORANG PENJUAL PENTOLAN. Sungguh
sangat disayangkan hal itu bisa terjadi. Tidak ada kemauankah dia melanjutkan
pendidikannya ? ataukah ada faktor lain ?
Anak muda yang
bercita-cita, namun faktor lemahnya ekonomi menjadi pembatas dalam mengejar
cita-citanya. “saya sebenarnya pengen jadi desiener. Cuma orang tua nggak
mampu.” Ucap Reza waktu ditanya
cita-citanya. Tujuan ia datang ke Ternate karena ingin mencari pengalaman kerja
dibidang IT, khususnya desine photografi. Namun lagi-lagi sangat disayangkan,
jalan hidup manusia tak selalu berjalan mulus,
kadang apa yang kita kehendaki tak seperti apa yang kita dapatkan. Reza adalah
orang yang patut menjadi contoh untuk kaum mudah bahwa hidup tidak semuda kita
membalikan telapak tangan. Jangan malu untuk melakukan suatu pekerjaan, sekeras
apapun pekerjaan itu, selagi itu baik dan halal tentunya, lakukanlah !!!
Karena manisnya
kehidupan memang sangat diinginkan kita sebagai manusia khususnya kaum muda,
Namun kehidupan yang pahit itulah yang membawa kita ke jalur yang lebih indah
lagi.
(Yulinar E. Saleh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar